Ruang Bincang; Serial Diskusi Online ala Alumni MA Assa’adah

Ruang Bincang; Serial Diskusi Online ala Alumni MA Assa'adah

Qomaruddin.com – Pada Jum’at (28/8) Ruang Bincang Madah memulai series­-nya. Ruang Bincang adalah salah satu agenda dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Madrasah Aliyah Assa’adah (IKBAL Madah) yang direncanakan berseri.

Diselenggarakan melalui aplikasi pertemuan online, episode pertama ini mengangkat tema “Lulus Aliyah, Mondok atau Kuliah?” Narasumber yang dihadirkan adalah Agus Muhammad Syamsud Duha (Gus Syam) dan ‘keluarga ndalem baru’ Agus Hasan Mahfudh (Cak Fud), yang dikenal sebagai alumni paling inspiratif.

Yang menjadi sasaran perbincangan episode pertama ini adalah alumni-alumni fresh graduate yang sedang galau untuk memutuskan karir hidup pasca sekolah. Di hadapan mereka tersedia berbagai opsi; kerja, menikah, kuliah, atau mondok. Gus Syam menyoroti kegalauan teman-teman alumni baru ini dari perspektif psikologi. Beliau menyampaikan setidaknya tiga poin.

Pertama, memilih berdasarkan passion. Karena berasal dari dalam diri (internal) passion dikatakan dapat menciptakan motivasi yang lebih stabil dan tahan lama, apalagi jika dibandingkan dengan motivasi-motivasi yang berasal dari luar (eksternal).

Saran ini relevan terutama bagi alumni yang bingung memilih jurusan atau program studi. Memilih jurusan berdasarkan passion akan lebih bikin kerasan daripada yang dipilih berdasarkan nama besar dan gengsi universitas.

Kedua, memilih berdasarkan ilmu dan keterampilan yang akan didapatkan. Jika passion sudah terbangun, asas kebermanfaatan mulai berlaku. Passion yang sudah terbangun akan lebih sempurna jika sudah diimbangi dengan pemahaman mengenai kompetensi dan peluang. Lagi-lagi, ini sangat relevan dengan kondisi alumni yang memilih untuk kuliah. Passion dan kebermanfaatan akan bisa membantu menyusun rencana hidup lima-sepuluh tahun ke depan.

Ketiga, dan ini adalah poin yang sangat penting, perasaan ‘salah memilih’. Tidak jarang didapati cerita orang-orang yang di pertengahan jalan tiba-tiba merasa salah memilih. Ini terjadi terutama saat menghadapi kendala yang tidak terantisipasi atau sukar diatasi.

Bagi alumni yang kuliah, momen ini sering berwujud pikiran “apa aku salah jurusan, ya?” “kok mata kuliah ini nggak aku banget, ya?” Saat berada dalam kondisi seperti ini, obat paling mujarab adalah berdamai dengan diri sendiri, menerima diri, self-acceptance. Tanamkan dalam hati “ini pilihan saya. Ini konsekuensinya. Saya pasti bisa.”

Cak Fud menambahkan poin yang tidak kalah penting. Selain berdamai dengan diri, kita juga sering harus berdamai dengan keadaan. Yang juga harus diperhatikan saat berada dalam situasi seperti itu adalah kemauan untuk mengelola kekecewaan dan harapan.

Namanya hidup, harapan tidak selalu terwujud. Kadang juga ia menjelma menjadi kegagalan dan membawa kekecewaan. Tapi, lā yukallifullāhu nafsan illā wus’ahā, Gusti Mboten Sare. Mengelola kekecewaan dan harapan menjadi salah satu koentji.

Tidak kalah penting dari semua itu adalah manajemen waktu. Kita tentu sering mendengar kisah pembagian waktu dalam sehari oleh Imam al-Ghazālī atau Imam asy-Syāfi’ī. Sekarang tugas kita adalah menyesuikan rumus itu dengan kehidupan kita.

Waktu menyelesaikan kewajiban harus diimbangi dengan waktu untuk kesukaan (me time). Istilah Quraninya, wa-lā tansa naṣībaka minad-dunyā (jangan lupakan bagianmu di dunia).

Ketika memilih, pertimbangkan passion dan asas kebermanfaatan. Saat menghadapi kesulitan, jangan lupa mengelola kekecawaan dan harapan. Yang harus selalu diingat juga adalah manajemen waktu dan menerima diri (self-acceptance). Dengan melakukan ini semua, insya Allah pilihan kita akan memberi manfaat untuk semuanya. Intinya, “dadi wong ki seng solutip.”

Artikel Terkait

Leave a Comment