Dzikir Saman Sampurnan; Strategi Budaya dan Pesan Kemanusiaan K.H.R. Ahmad Muhammad Al-Hammad

Avatar

Hasan Mahfudh

Dzikir Saman Sampurnan; Strategi Budaya dan Pesan Kemanusiaan K.H.R. Ahmad Muhammad Al-Hammad

Qomaruddin.com – Dzikir saman Sampurnan merupakan salah satu ritual sekaligus tradisi yang hingga sekarang masih langgeng di Pondok Pesantren Qomaruddin. Nomenklatur Dzikir Saman sebenarnya masih cukup debatable, terutama jika amaliyah ini dikaitkan dengan salah satu tarekat muktabarah, tarekat sammaniyah. Adapun istilah Sampurnan, sengaja ditempelkan untuk membedakan tradisi dzikir saman di wilayah ini dengan wilayah lainnya. Sampurnan sendiri merupakan salah satu daerah di Desa Bungah, Gresik Jawa Timur.

Meskipun secara ritual bacaan-bacaannya identik dengan bacaan dzikir saman pada umumnya, tetapi secara historis dzikir saman sampurnan mempunyai sejarah yang unik dan berbeda. Jika biasanya transmisi sebuah ritual selalu disertai sanad hingga rasulullah, maka penulis belum mendapati dan menelusuri jalur sanadnya. Hal ini dikarenakan, hingga saat ini penulis belum menemukan teks lengkap bacaan beserta jalur sanadnya.

Barangkali sanadnya ada, tetapi cukup terbatas dan atau tidak diturun temurunkan. Bisa jadi, ijazah pelaksanaan ritual ini melalui isyarat mimpi atau yang lainnya, sebagimana menjadi maklum pada wilayah esoterik. Dan, satu hal yang pasti bahwa keterbatasan penulis lah persoalan yang utama hingga belum menemukan sanad ritual ini serta relasinya dengan tarekat samaniyah. Akan sangat bahagia sekali jika setelah tulisan ini, para kiai, guru dan senior yang paham detail soal ini lantas membagikan pengalaman dan analisisnya kepada alfakir terkait hal ini.

Terlepas dari persoalan sanad, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah kesejarahan, pemaknaan kebudayaan, serta pesan moral dalam pelaksanaannya. Tentu, deskripsi prosesi dari ritual ini sangat penting. Tetapi, penulis sengaja tidak fokus pada hal tersebut.

Satu yang pasti bahwa dalam prosesinya, dzikir saman Sampurnan berbeda dengan dzikir saman yang ada di Pandegelang maupun Lombok di mana pada dua daerah ini (mungkin pada daerah lain) disertai dengan adanya tarian-tarian khusus. Di Sampurnan, dzikir saman berlangsung tanpa ada tarian-tarian seperti itu.

Kembali pada persoalan kesejarahan, menurut penuturan K.H. Bukhari Hadi, dzikir saman Sampurnan dimulai sejak zaman Mbah Isma’il (w.1948). Pendapat ini tampaknya diamini oleh para kiai Sampurnan. Yai Ismail sendiri terkenal sebagai salah satu pemangku pondok pesantren Qomaruddin yang mewariskan amaliyah-amaliyah serta tradisi-tradisi baik yang langgeng sampai saat ini, seperti Dulkadiran, Khidliran, hingga salat “mu’adah”, yakni empat rakaat salat bakda salat jumat. Dalam bahasa Cliffort Geertz  Mbah Ismail dapat disebut sebagai cultural broken (agen yang memiliki akses pengetahuan tertentu dan menyampaikannya pada orang lain) masyarakat Sampurnan dan sekitarnya.

Dengan berpatokan pada pendapat umum ini, maka tradisi dzikir saman telah berlangsung lebih dari 3 generasi kepemimpinan pesantren (mulai 1902 – sekarang). Artinya, tradisi ini setidaknya berjalan kurang lebih satu abad. Besar kemungkinan, para pelaku dan kiai pada zaman Mbah Ismail lah yang paham betul terkait sanad dzikir saman ini. Ala kulli hal, patut disyukuri ritual ini masih berkelanjutan bahkan hingga saat ini.

Tradisi ini dilangsungkan tepat pada malam 29 Ramadan. Hingga saat ini, belum pernah ditemukan adanya perubahan tanggal pelaksanaan. Pemilihan tanggal ini tentu disertai alasan dan makna. Menurut penuturan K.H. Iklil Sholeh, acara tahlil dan dzikir saman pada malam 29 ini didasari sebagai strategi counter kebudayaan Pasar Bandeng di wilayah Gresik.

Benar, jamak diketahui bahwa pada malam tersebut di Gresik biasa dilangsungkan tradisi Kontestasi Pasar Bandeng. Suasana acara ini cukup ramai karena peserta dan pengunjung tidak hanya dari wilayah Gresik. Bukan berarti bahwa tradisi tersebut tidak baik, hanya saja khusus masyarakat Sampurnan, Bungah dan sekitarnya akan lebih baik jika mereka tidak ikut-ikutan bejubel di jalan. Pada konteks inilah dzikir saman diadakan sebagai kontra kebudayaan.

Adapun menurut alm K.H. Ahmad Muhammad Al-Hammad, pelaksanaan yang bertepatan pada tanggal “akhir bulan” Ramadan ini dimaksudkan sebagai salah satu ungkapan dan ekspresi syukur atas terlewatinya bulan suci dengan baik. Dalam setiap pelaksanaannya, Abah Yai (panggilan santri untuk Kiai Ahmad Muhammad) selalu mengingatkan pentingnya syukur ini.

Sering kali kita lupa atas nikmat sehat, nikmat rezeki kala sahur dan berbuka, nikmat hadir di majlis ilmu, nikmat membaca Alquran serta nikmat-nikmat lain yang notabene merupakan anugerah dari Allah swt. Sehingga, momentum dzikir saman sangat tepat untuk digunakan dalam rangka bersyukur atas segala nikmat ini, juga atas anugerah Allah swt yang tiada tara.

Dari penjelasan di atas, setidaknya terdapat dua pesan moral yang terkandung dari kesejarahan pelaksanaan dzikir saman. Pertama, nilai kesederhanaan. Maksudnya, memposisikan dzikir saman sebagai kontra budaya pasar bandeng merupakan cara sederhana dalam memandang ritual dan tradisi keagamaan. Dari pada masyarakat berkerumun di pasar, alangkah lebih baik mereka berkumpul di langgar. Bersama-sama memuji dan berdoa kepada Allah swt, terlebih pada akhir-akhir malam Ramadan.

Nilai kesederhanaan ini tampak pada asesoris acara yang tidak membutuhkan panggung, backdrop atau dekorasi lainnya. Baik pemimpin, para kiai, serta para jamaah semuanya bersila bersama tanpa ada pembeda seperti tempat khusus dan sebagainya.

Kesederhanaan juga tampak pada persoalan sajian makanan pada tradisi dzikir saman ini. Setelah ucara, para pelaku dan peserta sama-sama membaur untuk menikmati makanan dalam satu wadah, “lengseran”, begitu orang-orang menyebutnya.

Tidak ada perbedaan kelas untuk hidangan ini, baik kiai, santri, masyarakat, maupun alumni semua menikmati menu lengseran yang sama. Tentu, ini adalah bentuk kesederhanaan dan persamaan. Tak ayal, tidak sedikit para alumni yang lebih terkesan dan nostalgia atas “lengseran” ini. Sekali lagi tidak ada kelas sosial dan semua membaur bersama.

Pesan moral kedua adalah pentingnya bersyukur. Maka, dalam implementasinya, dzikir saman mengajak para warga sekitar untuk swasembada “berkat”. Artinya, para warga dipersilahkan untuk bersedekah sejumlah “berkat” yang kemudian nanti akan dibagikan setelah acara. Tentu, swasembada “berkat” merupakan pendidikan kebudayaan sekaligus simbol syukur yang terealisasikam dalam bentuk sedekah.

Terkait pentingnya sedekah, pesan ini pernah dan cukup sering disinggung oleh Abah Yai Ahmad Muhammad Al-Hammad, terutama ketika memberikan sambutan saat pelaksanaan dzikir saman ini. Teringat betul saat beliau dawuh di atas kursi rodanya:

Seng disesali wong saat nak kubur itu duduk soal sholate seng kurang, moco Qur’ane seng gak mempeng, posone seng aras2en, tapi kabeh podoh nyesel polahe nak ndunyo kurang sedekahe. Nak kuburan iki seolah madul, Ya Allah cobak jenengan wehi kesempatan urip titik maleh, aku arep sedekah lan dadi wong apik”.

Yang disesalkan orang saat di kubur (yang sudah wafat) itu bukan persoalan salat yang kurang, baca Alquran yang kurang rajin, puasa yang malas-malasan, tetapi semuanya menyesal karena di dunia mereka merasa kurang bershadaqah. Di alam kubur seolah menyampaikan penyesalan, Ya Allah coba beri kesempatan hidup sedikit lagi, saya mau sedekah dan menjadi orang baik.”

Pesan yang disampaikan Abah Yai di atas merupakan pesan yg didasari atas pemahaman Q.S. al-Munafiqun: ayat 10. Persoalan sedekah (arab: Shadaqah) sendiri kerap diartikan dan diasosiasikan sebagai pemberian sebagian harta seseorang terhadap orang yang membutuhkan. Hampir mayoritas mufasir, menafsirkan sedekah pada ayat Q.S. al-Munafiqun: ayat 10 dengan sedekah harta. Makna ini sangat relevan jika merujuk pada penggunaannya dalam banyak teks Alquran maupun hadis.

Hanya saja, apakah sedekah hanya bisa dilakukan dengan harta? Sehingga kebaikannya hanya untuk orang-orang dengan harta yang berlebih? Ini yang perlu dipikir masak-masak.

Jika merujuk pada akar katanya, shadaqah berasal dari kata shad-dal-qaf yang dalam bahasa Arab digunakan dengan berbagi bentuk kata. Setidaknya, Al-shidqu yang berarti benar atau jujur. Shadiq orang yang jujur, atau teman dalam arti lain. Coba kita tangguhkan sebentar makna relasional dari semuanya.

Adapun petunjuk hadis, makna Shadaqah meliputi beragam kegiatan dan sikap yang ternyata tidak hanya melibatkan harta kekayaan. Melempar senyum terhadap orang lain adalah shadaqah (tabassmuka ala akhika shadaqah). Pada hadis ini shadaqah dapat dilakukan dengan sederhana, cukup melemparkan senyum terhadap orang lain.

Sedangkan pada hadis lain, terdapat penjelasan nabi yang lebih detail ketika berbicara tentang macam-macam shadaqah ini.

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ.

Rasulullah saw bersabda: Setiap persendian manusia ada sedekahnya setiap hari di mana matahari terbit di dalamnya, kamu mendamaikan di antara dua orang adalah sedekah, kamu membantu seseorang untuk menaikkannya di atas kendaraannya atau mengangkatkan barangnya di atasnya adalah sedekah, kalimat yang baik adalah sedekah, pada tiap-tiap langkah yang kamu tempuh menuju shalat adalah sedekah, dan kamu membuang gangguan dari jalan adalah sedekah.”(HR.al-Bukhari ,no.2989 dan Muslim, no 1009).

Melalui hadis di atas, Nabi mengajarkan bahwa shadaqah dapat dilakukan dalan keadaan apapun serta dengan sesederhana mungkin. Menyingkirkan duri di jalan, kalimat yang baik, membantu menaikkan barang orang lain, sampai mendamaikan orang yang berselisih merupakan rangkaian kebaikan yang bernilai shadaqah.

Tentu, berderma dengan harta merupakan bentuk sedekah yang luar biasa. Tetapi hal-hal sederhana seperti di atas juga merupakan perbuatan penting dalam kehidupan sosial kita. Bukankah perkataan yang baik, pemberian maaf itu lebih baik daripada sedekah harta yang disertai dengan rasa yang menyakitkan penerima? (Q.S. al-Baqarah: 263)

Ini berarti bahwa segala perbuatan yang meringankan, membantu, dan memberikan kebahagian (idkhalus surur) terhadap sesama merupakan makna dari sedekah. Sehingga, shadaqah merupakan ajaran dan sikap kemanusiaan universal yang dapat dilakukan oleh umat Islam, tanpa memandang status sosial.

Saya kira makna kemanusiaan universal shadaqah inilah yang dapat dipahami dari pesan Abah Yai. Sehingga, sedekah dapat dilakukan dalam berbagai konteks, ruang dak waktu. Saat pandemi melanda seperti ini misalnya, semua kita dapat berkontribusi dan bersedekah.

Bagi yang berlebih, tentu mendermakan sebagian harta untuk membantu mereka yang terdampak secara ekonomi adalah sedekah terbaik. Bagi yang memiliki pengetahuan dan informasi, dapat bersedekah dengan memberikan kabar-kabar baik dan positif serta memberikan optimisme terhadap warga. Semunya dapat berkontribusi dan semua dalam koridor makna sedekah sebagai kebaikan kemanusiaan secara universal

Dengan makna ini, kita dapat kembali menengok arti kebahasan shadaqah yg erat kaitannya dengan kebenaran/kejujuran, bahkan teman (shadiq). Shadaqah merupakan sikap dan perbuatan baik yang penuh dengan rasa perkawanan (frendly). Tak heran, menjadi pengetahuan umum bahwa salah satu ciri orang yang senang bersedekah adalah banyaknya kawan.

Terakhir, meski dzikir saman Sampurnan kali ini terbatas, nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana tersebut di atas laiknya dapat diperjuangkan. Kesederhanaan dan rasa syukur yang terimplementasikan dalam universalitas sedekah dapat digalakkan sesuai dengan kadar kemampuan kita.

Dengan bertawasul melalui amal baik inilah kita berharap bersama-sama menjadi pemenang menghadapi pandemi ini. Al-shadaqah tadfa’ al-bala’ (Sedekah dapat menolak bahaya).  Telah cukup kiranya pesan Abah Yai sebagai bekal bagi kita untuk menjalani hari-hari ini, juga hari esok. Semoga kita selalu diberikan kekuatan. Amin..!

Wallahu A’lam…

Artikel Terkait

Leave a Comment